Tanpa sesosok AYAH - by anggun

 Aku masih ingat, saat aku berusia tujuh tahun, duduk di bangku taman bermain, melihat teman-temanku bercengkerama dengan ayah mereka. Mereka berlari-lari, tertawa, dan sesekali ayah mereka mengangkat mereka tinggi-tinggi, membuat mereka terbahak-bahak. Saat itu, hatiku terasa hampa. Kenapa aku tidak memiliki sosok itu di hidupku?


 Ibuku, adalah segalanya bagiku. Sejak kecil, ia membesarkan aku sendirian setelah ayah pergi. Setiap kali aku bertanya tentang ayah, matanya akan berbinar dengan kesedihan. “Dia mencintaimu, sayang. Tapi kadang, orang-orang harus pergi,” jawabnya lembut. Meskipun aku berusaha memahami, hatiku masih menyimpan rasa penasaran.


 Hari-hari berlalu, dan aku belajar untuk menerima keadaan. Namun, setiap kali acara “Hari Ayah” di sekolah tiba, perasaan itu kembali menyergap. Semua teman-temanku membawa gambar ayah mereka, sementara aku hanya bisa menggambar hati besar dengan tulisan: “Cintaku untuk Ibu.” Saat aku menyampaikannya di depan kelas, aku merasa bangga sekaligus sedih. Ternyata, dunia ini bukan hanya tentang memiliki ayah.


 Di usia sepuluh, aku mulai mengerti lebih banyak. Ibu bekerja keras sebagai penjahit, menghabiskan waktu berjam-jam di depan mesin jahit. Aku sering membantu menjual pakaian yang ia buat di pasar. Melihat betapa ia berjuang, aku merasa terinspirasi. Setiap malam, sebelum tidur, aku selalu mengingatkan diri untuk membuatnya bangga.


 Suatu sore, aku pulang dari sekolah dan melihat ibu duduk sendirian di ruang tamu. Wajahnya terlihat lelah, tetapi saat melihatku, senyumnya langsung muncul. “Bagaimana harimu, sayang?” tanyanya. Aku duduk di sampingnya, merangkulnya erat. “Hari ini kami belajar tentang keluarga. Aku ingin menggambar keluarga kita,” kataku.


 Ibu mengangguk, dan aku mulai menggambar. Saat ku letakkan pensil di atas kertas, aku menggambar diriku dan ibu, dikelilingi bunga dan matahari. “Ini kita, Ibu. Tanpa ayah, tapi kita bahagia, kan?” tanyaku. Ibu mengelus kepalaku, “Kita adalah keluarga yang kuat, Maya. Cinta kita lebih berharga dari apapun.”


 Hari itu, aku merasa bangga. Meskipun tanpa sosok ayah, aku memiliki cinta yang tak ternilai dari ibuku. Setiap kali kerinduan itu muncul, aku mengingat semua kenangan indah bersamanya. Kini, aku tak lagi merasa kesepian. Aku belajar bahwa cinta bisa datang dalam berbagai bentuk, dan keluargaku, meski kecil, adalah segalanya bagiku.


 Saat malam tiba dan aku bersiap tidur, aku tersenyum. Dalam hati, aku tahu, tanpa sesosok ayah, aku masih memiliki seorang ibu yang luar biasa—seorang pahlawan dalam hidupku. Dan itu sudah lebih dari cukup.

Komentar